QANUN KABUPATEN BENER MERIAH
NOMOR : 06 TAHUN
2008
TENTANG
POKOK-POKOK PEGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH
KABUPATEN
BENER MERIAH
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
BUPATI BENER MERIAH
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 151 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 330 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka dipandang perlu
menerbitkan Qanun tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bener
Meriah;
b.
bahwa berdasarkan
pertimbangan dimaksud pada huruf a di
atas perlu ditetapkan dalam suatu Qanun.
|
Mengingat
|
:
|
1.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembar Negara
Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembar
Negara Nomor 3569);
2.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang Nomor
246 Tambahan Lembar Negara Nomor 4048);
3.
Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1997, tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
4.
Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1997 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
5.
Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4351);
7.
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
8.
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
9.
Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
10.
Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
11.
Undang–undang
Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005, tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
12.
Undang-undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
13.
Undang-undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4633);
14.
Peraturan
Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000,
tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4028) ;
15.
Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001, tentang
Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4090) ;
16.
Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001,
tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4138);
17.
Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2004,
tentang Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004, tentang Kedudukan Protokuler dan Keauangan Pimpinan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
19.
Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Badan layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
20.
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005,
tentang Standar Akuntasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4503);
21.
Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005,
tentang Pinjaman Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4574);
22.
Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005, tentang
Dana Perimbangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4575);
23.
Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005,
tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4576);
24.
Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005,
tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
25.
Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005,
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4578);
26.
Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005,
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
27.
Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, tentang
Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
28.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
29.
Qanun
Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun;
|
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT
KABUPATEN
BENER MERIAH
dan
BUPATI
BENER MERIAH
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : QANUN KABUPATEN
BENER MERIAH TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BENER
MERIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Ripublik Indonesia yang
Memegang kekuasaan Pemerintah Negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Daerah
adalah Daerah Kabupaten Bener Meriah;
3.
Pemerintah
Daerah adalah Bupati berserta Perangkat Daerah Otonom lainnya sebagai unsur
Badan Eksekutif Daerah;
4.
Bupati
adalah Bupati Bener Meriah;
5.
Wakil
Bupati adalah Wakil Bupati Bener Meriah;
6.
Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya disingkat DPRK adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten Bener Meriah
7.
Pimpinan DPRK adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua
DPRK Bener Meriah;
8.
Anggota DPRK adalah Mereka yang diresmikan
keanggotaanya sebagai anggota DPRK Bener Meriah dan telah mengucapkan
sumpah/janji berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
9.
Sekretaris
Daerah Kabupaten adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bener Meriah;
10.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban.
11.
Pengelolaan Keuangan adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, Pelaksanaan, Penata usahaan, pelaporan, pertanggung
jawaban dan pengawasan keuangan daerah Kabupaten Bener Meriah.
12.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten,
selanjunya disebut APBK adalah rencana keuangan Tahunan Pemerintah Daerah yang
dibahas dan yang disetujui bersama dengan Pemerintah Daerah dan DPRK Bener
Meriah dan ditetapkan Qanun Kabupaten Bener Meriah.
13.
Qanun Kabupaten adalah Peraturan yang dibentuk
oleh DPRK Bener Meriah dengan persetujuan bersama Bupati Bener Meriah.
14.
Pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Daerah adalah
Bupati Bener Meriah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
15.
Pejabat Pengelola keuangan daerah yang selanjutnya
disebut PPKD adalah satuan kerja pengelolaan keuangan daerah yang mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan APBK dan bertindak sebagai bendahara umum
daerah.
16.
Bendahara umum daerah yang selanjutnya disingkat
BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
17.
Kuasa BUD adalah pejabat yang diberikan kuasa
untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah.
18.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjunya
disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah Kabupaten Bener Meriah
selaku pengguna anggaran/barang
19.
Unit kerja adalah SKPD Kabupaten Bener Meriah yang
melaksanakan satu atau beberapa program.
20.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjunya
disingkat PPTK adalah pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau
beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
21.
Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
22.
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi
kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
23.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan
pengguna barang milik daerah.
24.
Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan Uang
Daerah yang ditentukan oleh Bupati Bener Meriah untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
25.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat
penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bupati Bener Meriah untuk
menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
pada Bank yang ditetapkan.
26.
Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional
yang ditunjuk untuk menerima, penyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang pendapatan daerah
dalam rangka pelaksanaan APBK pada SKPD.
27.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional
yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan uang keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan
APBK pada SKPD.
28.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke Kas
daerah.
29.
Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari
kas daerah.
30.
Pendapatan
Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih.
31.
Belanja
Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
kekayaan bersih.
32.
Surplus
Anggaran daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan belanja
daerah.
33.
Defisit
Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapat daerah dan belanja
daerah.
34.
Pembiayaan
Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada Tahun Anggaran yang bersangkutan maupun
pada Tahun-tahun Anggaran berikutnya.
35.
Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SILPA adalah selisih
bersih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu priode
anggaran.
36.
Pinjaman
daerah adalah semua transasksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang
atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah yang
dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
37.
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan
kebijakan, dengan Pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan
dalam persepektif lebih dari satu tahun anggaran. Dengan pertimbangan implikasi
biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan
dalam prakiraan maju.
38.
Prakiraan
maju (forwadr estimate) adalah kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya
yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah
disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
39.
Kinerja
adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
40.
Pengangaran
terpadu (unifiled budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang
dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan
kegiatan Pemerintah yang didasarkan pada perinsip pencapaian efesiensi alokasi
dana.
41.
Fungsi
adalah perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu yang dilaksanakan
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Nasional.
42.
Program
adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih
kegiatan dengan menggunakan seumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang
terukur sesuai misi SKPD.
43.
Kegiatan
adalah bagian dari program kegiatan yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit
kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu
program yang terdiri dari sekumpulan tindakan sumber daya baik yang berupa personal (sumber
daya manusia) barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan
(input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
44.
Sasaran
(target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan
dari suatu kegiatan.
45.
Keluaran
(output) adalah barang/jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan
untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan progran dan kebijakan.
46.
Hasil
(outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari
kegiatan-kegiatan dalam satu program.
47.
Rencana
pembangunan jangka menegah daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah
dokumen perencanaan untuk prioden 5 (lima) tahun.
48.
Rencana
Pembangunan Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD), adalah rencana program daerah untuk priode 1 (satu) tahun.
49.
Rencana
Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen
perencanaan dan pengganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta
anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.
50.
Rencana
Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA-SKPD) adalah rencana
kerja dan anggaran Badan/Dinas/Bagian keuangan selaku bendahara Umum Daerah.
51.
Tim
Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang
dibentuk dengan Keputusan Bupati dan di Pimpin oleh Sekretaris Daerah Kabupaten
yang mempunyai tugas menyiapkan dan serta melaksanakan kebijakan Bupati dalam
rangka penyusunan APBK yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah,
PPKD dan Pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
52.
Kebijakan
Umum APBK yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang membuat kebijakan
bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk
periode 1 (satu) tahun.
53.
Prioritas
dan Pelafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS merupakan Program
Prioritas dan Patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk
setiap Program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.
54.
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat dengan DPA-SKPD merupakan
dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai
dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
55.
Dokumen
Pelaksanaan Angggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (DPA-SKPD) adalah
dokumen pelaksanaan anggaran Badan/Dinas/Bagian Keuangan selaku Bendahara Umum
Daerah.
56.
Surat
Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan
tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
57.
Surat
Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang
diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.
58.
Surat
Perintah Pencairan dana yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang
digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan
SPM.
59.
Surat
Perintah membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan
oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban
pengeluaran DPA-SKPD.
60.
Surat
Perintah membyar langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang
diterbitkan oleh pengguna/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran
DPA-SKPD kepada Pihak Ketiga.
61.
Uang
persediaan adalah sejumlah uang tunai yang disediakan untuk satuan kerja dalam
melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari.
62.
Surat
Perintah Membayar Uang Persedian yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pengguna/Kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan
SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan sebagai uang persedian
untuk mendanai kegiatan operasional kantor sehari-hari.
63.
Surat
Perintah Menbayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna/ Kuasa Pengguna anggaran untuk
menerbitkan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, yang dananya dipergunakan
untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
64.
Surat
Perintah Membaya Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TU
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD karena kebutuhan dananya
melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai
dengan ketentuan.
65.
Piutang
Daerah adalan jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau
hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Atau akibat
lainnya yang sah
66.
Barang
Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBK Bener
Meriah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
67.
Utang
Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau
kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang
sah.
68.
Dana
cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan
dana realatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
69.
Sistem
Pengendalian Intern Keuangan Daerah merupakan suatu proses yang
berkesinambungan yang dilakukan oleh lembaga/ badan/unit yang mempuyai tugas
dan fungsi melakukan pengendalian melalui audit dan evaluasi, untuk menjamin agar
pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan rencana dan
peraturan Perundang-undangan.
70.
Kerugian
daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti
jumlah sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
71.
Badan
Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah SKPD/Unit kerja pada
SKPD di lingkungan Pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsif evesiensi dan pruduktifitas.
72.
Investasi
adalah pengguna aset yang bermanfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti,
manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat.
73.
Pengawasan
Fungsional adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/Badan dan
Unit Kerja Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui
pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian.
74.
Pengawasan
Legeslatif adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRK terhadap
Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya.
75.
Pemeriksaan
adalah suatu bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara
membandingkan antara
peraturan/rencana/program dengan kondisi
dan/atau kenyataan yang ada.
Bagian Kedua
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang Lingkup Keuangan Daerah meliputi :
a. Hak Daerah untuk memungut Pajak daerah dan
Retribusi Daerah dan Zakat serta melakukan pinjaman;
b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan dan membayar tagihan Pihak Ketiga;
c. Penerimaan daerah;
d. Pengeluaran daerah;
e. Kekayan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan daerah;
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
Pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaran tugas Pemerintah dan/atau
kepentingan umum.
Pasal 3
Pengeloaan Keuangan daerah yang diatur dalam Qanun
ini meliputi :
a. Asas Umum Pengelolaan Keuangan daerah;
b. Pejabat-pejabat yang mengelola Keuangan
daerah;
c. Struktur APBK;
d. Penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
e. Penyusunan dan Penetapan APBK;
f. Pelaksanaan dan Perubahan APBK;
g. Penata Usahaan Keuangan Daerah;
h. Pertanggung jawaban pelaksanaan APBK;
i.
Pengendalian
defisit dan penggunaan surplus APBK;
j.
Pengelolaan
kas umum daerah;
k. Pengelolaan piutang daerah;
l.
Pengelolaan
investasi daerah;
m. Pengelolaan barang milik daerah;
n. Pengelolaan dana cadangan;
o. Pengelolaan utang daerah;
p. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan
keuangan daerah;
q. Penyelesaian kerugian daerah;
r.
Pengelolaan
keuangan badan layanan umum daerah;
s. Pengaturan pengelolaan keuangan daerah;
t.
Pengelolaan
zakat.
Bagian Ketiga
Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 4
(1) Keuangan Daerah dikelola secara tertib,
taat pada Peraturan Perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan nbertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan
mafaat untuk masyarakat Kabupaten Bener Meriah.
(2) Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan
dalam suatu sistem yang terintegrasi yang di wujudkan dalam APBK yang stiap
tahun ditetapkan dengan Qanun Kabupaten.
BAB II
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 5
(1) Bupati selaku Kepala Pemerintah Daerah
adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili Pemerintah
Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaaan keuangan
daerah sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan :
a. Menetapkan kebijakan tentang Pelaksanaan
APBK;
b. Menetapkan Kebijakan tentang pengelolaan
barang daerah;.
c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang
daerah;
d. Menetapkan bendahara penerima dan/atau
bendahara pengeluaran dilingkungan SKPD;
e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan daerah;
f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang daerah;
g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan barang milik daerah; dan
h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.
(3) Kekuasaan Pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh :
a. Kepala satuan kerja pengelolaan keuangan
daerah selaku PPKD;
b. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah.
(4) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Sekretaris Daerah Kabupaten Bener Meriah bertindak
selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
(5) Pelimpahan kekuasaan sebagaiman dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati
berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 6
(1)
Koordinator
Pengelolaan Keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
mempunyai tugas koordinasi di bidang :
a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
pengelolaan APBK;
b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
pengelolaan barang daerah;
c. Penyusunan rancangan APBK dan Rancangan
Perubahan APBK;
d. Penyusunan Ranqanun APBK, Perubahan APBK,
dan pertangungjawaban pelaksanaan APBK;
(2)
Tugas-tugas
pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBK;
(3)
Penyusunan
laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBK.
(4)
Selain
tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) koordinator pengelolaan keuangan
daerah juga mempunyai tugas :
a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah;
b. Menyiapkan Pedoman Pelaksanaan;
c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d. Memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD; dan
e. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah
lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati.
(5) Koordinator pengelolaan keuangan daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) kepada Bupati.
Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 7
(1) PPKD mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan keuangan daerah
b. Menyusun rancangan APBK dan rancangan
perubahan APBK;
c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah
yang telah ditetapkan dengan Qanun Kabupaten;
d. Melaksanakan fungsi Bendahara umum Daerah;
e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam
rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBK; dan
f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan
kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati.
(2) PPKD selaku BUD berwenang :
a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan
APBK;
b. Mengesahkan DPA-SKPD;
c. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBK;
d. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan
sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
e. Melaksanakan pemugutan pajak daerah;
f. Memantau pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran APBK oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah
ditunjuk;
g. Mengusahakan dan mengatur dana yang
diperlukan dalam pelaksanaan APBK;
h. Meyimpan uang daerah;
i.
Menetapkan
SPD;
j.
Melaksanakan
penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi;
k. Melakukan pembayaran berdasarkan
permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
l.
Menyiapkan
pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama Pemerintah Daerah;
m. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama
Pemerintah Daerah;
n. Melakukan pengelolaan utang dan piutang
daerah;
o. Melakukan penagihan piutang daerah;
p. Melaksanakan sistem akuntansi dan
pelaporan keuangan daerah;
q. Menyajikan informasi keuangan daerah;
r.
Melaksanakan
kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.
Pasal
8
(1)
PPKD
selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan
daerah selaku kuasa BUD.
(2)
Penunjukan
kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Bupati.
(3)
Kuasa
BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas :
a. Menyiapkan anggaran kas;
b. Menyiapkan SPD;
c. Menerbitkan SP2D; dan
d. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan
kekayaan daerah;
(4)
Kuasa
BUD selain melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) juga melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), huruf f, huruf g, huruf
h, huruf j, huruf k, huruf m, huruf n, dan huruf o.
(5)
Kuasa
BUD bertanggung jawab kepada PPKD.
Pasal
9
Pelimpahan wewenang selain sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (4), dapat dilimpahkan kepada pejabat lainnya di
lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah.
Bagian Keempat
Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah
Pasal
10
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang
daerah mempunyai tugas dan wewenang :
a. Menyusun RKA-SKPD;
b. Menyusun DPA-SKPD;
c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d. Melaksanakan anggaran SKPD yang
dipimpinnya;
e. Melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran;
f. Melaksanakan pemugutan penerimaan bukan pajak;
g. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama
dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
h. Mengelola utang dan piutang yang menjadi
tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
i.
Mengelola
barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawab SKPD yang
dipimpinnya;
j.
Menyusun
dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
k. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang
dipimpinnya;
l.
Melaksanakan
tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang
dilimpahkan oleh Bupati;
m. Bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugasnya kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten;
Pasal
11
(1)
Pejabat
Pengguna Anggaran dalam melaksanakan tugas dapat melimpahkan sebahagian
kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna
anggaran/pengguna barang.
(2)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atas usulan
kepala SKPD.
(3)
Penetapan
Kepala unit kerja pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola,
beban kerja, lokasi, kompentensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
ojektif lainnya.
(4)
Kuasa
pengguna anggaran bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna
anggaran/pengguna barang.
Bagian Kelima
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pasal
12
(1)
Pejabat
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program dan
kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK.
(2)
PPTK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup :
a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. Melaporkan perkembangan pelaksanaan
kegiatan;
c. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban
pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Pasal
13
(1)
Penunjukan
PPTK sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) berdasarkan pertimbangan
kompentensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
(2)
PPTK
bertanggung jawab kepada pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Bagian Keenam
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 14
(1)
Dalam rangka melaksanakan wewenang atas
pengguna anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, Kepala SKPD menetapkan pejabat
yang melaksanakan fungsi Tata Usaha Keuangan pada SKPD sebagai pejabat penata
usahaan keuangan SKPD.
(2)
Pejabat
Penata Usahaan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas :
a. Meneliti kelengkapan SPP-LS yang diajukan
oleh PPTK;
b. Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan
SPP-TU yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c. Menyiapkan SPM, dan
d. Menyiapkan laporan keuangan SKPD
(3)
Pejabat
penata usahaan keuangan SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang
bertugas melakukan pemungutan penerimaan Negara/Daerah, bendahara, dan/atau
PPTK.
Bagian Ketujuh
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Dilingkungan SKPD
Pasal 15
(1)
Bupati
atas usul PPKD mengangkat bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD.
(2)
Bupati
atas usul PPKD mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada SKPD.
(3)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) adalah pejabat fungsional.
(4)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan
penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut, serta meyimpan uang pada suatu bank atau
lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.
(5)
Bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
Bagian Kedelapan
Tim Anggaran Pemerintah Daerah
Pasal 16
(1) Susunan keanggotaan tim anggaran
pemerintah daerah terdiri dari :
a. Penanggung Jawab;
b. Ketua;
c. Wakil Ketua I;
d. Wakil Ketua II;
e. Sekretaris;
f. Anggota.
(2) Susunan
Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Bupati.
BAB III
ASAS UMUM DAN STRUKTUR APBK
Bagian Pertama
Asas Umum APBK
Pasal 17
(1)
APBK
disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah.
(2)
Penysunan
APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada RKPD dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
(3)
APBK
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan
stabilisasi.
(4)
APBK,
perubahan APBK, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBK setiap tahun ditetapkan
dengan Qanun Kabupaten.
Pasal 18
(1)
Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang barang dan/atau jasa
dianggarkan dalam APBK.
(2)
Jumlah
Pendapatan yang dianggarkan dalam APBK merupakan pikiran yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(3)
Seluruh
pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan secara
bruto dalam APBK.
(4)
Pendapatan
daerah yang dianggarkan dalam APBK harus berdasarka pada ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Dalam
menyusun APBK, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
(2)
Penganggarn
untuk setiap pengeluaran APBK harus didukung dengan dasar hukum yang
melandasinya.
Pasal 20
Tahun Anggaran APBK meliputi masa 1 (satu)
tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Bagian Kedua
Struktur APBK
Pasal 21
(1) APBK merupakan satu kesatuan yang terdiri
dari :
a. Pendapatan Daerah;
b. Belanja Daerah;
c. Pembiayaan Daerah.
(2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
(4) Pembiayaan daerah sebagaimana pada ayat
(1) huruf c meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun berikutnya.
Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 22
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 21 ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. Pendapatan Asli Daerah PAD;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah.
Pasal 23
(1)
Pendapatan
asli daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a terdiri atas :
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan;
d. Zakat; dan
e. Lain-lain PAD yang sah.
(2)
Lain-lain
PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mencakup :
a. Hasil Penjualan kekayaan daerah yan tidak
terpisahkan;
b. Hasil Pemanfaatan dan pendayagunaan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
c. Jasa Giro;
d. Pendapatan bunga;
e. Tuntutan Ganti rugi;
f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing; dan
g. Komisi, Potongan, ataupun bentuk lain
sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah.
Pasal 24
Pendapatan Dana Perimbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf b meliputi :
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
Pasal 25
Lain-lain pendapatan
daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana
perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan pemerintah.
Pasal 26
(1)
Hibah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 merupakan bantuan berupa uang, barang dan/atau
jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam Negeri
atau Luar Negeri yang tidak mengikat.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diataur dalam Qanun
Kabupaten tersendiri.
Bagian Empat
Belanja Daerah
Pasal 27
(1)
Belanja
daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi
kewenangan Daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan dengan ketentuan Perundang-undangan.
(2)
Belanja
Penyelenggaran urusan wajib sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3)
Peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan
melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan
urusan wajib Pemerintahan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 28
(1)
Belanja
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) diklafikasikan menurut
organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.
(2)
Klasifikasi
belanja menurut organisasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
susunan organisasi pemerintahan daerah.
(3)
Klasifikasi
belanja menurut fungsi sebgaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a.
Klasifikasi
berdasarkan urusan pemerintah; dan
b.
Klasifikasi
pengelolaan keuangan Negara.
(4)
Klasifikasi
belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaiman dimaksud pada ayat (3) huruf
a diklasifikasikan menurut kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten.
(5)
Klasifikasi
belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari :
a. Pelayanan umum;
b. Ketertiban dan keamanan;
c. Ekonomi;
d. Lingkungan hidup;
e. Perumahan dan fasilitas umum;
f. Kesehatan;
g. Pariwisata dan budaya;
h. Agama;
i.
Pendidikan;
serta
j.
Perlindungan
sosial.
(6)
Klasifikasi
belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan urusan pemerintah yang menjadi Kewenangan daerah.
(7)
Klasifikasi
belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Belanja Pegawia;
b. Belanja barang dan jasa;
c. Belanja Modal;
d. Bunga;
e. Subsidi;
f. Hibah;
g. Bantuan Sosial;
h. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan;
dan
i.
Belanja
tidak terduga.
(8)
Penganggaran
dalam APBK untuk setiap jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
berdasarkan ketentuan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan Daerah
Pasal 29
(1)
Pembiayaan
daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) huruf c terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
(2)
Penerimaan
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. Pencairan dana cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan;
d. Penerimaan pinjaman; dan
e. Penerimaaan kembali pemberian pinjaman.
(3)
Pengeluaran
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. Pembentukan dana cadangan;
b. Penyertaan modal pemerintah daerah;
c. Pembayaran Pokok utang; dan
d. Pemberian pinjaman.
(4)
Pembiayaan
neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan.
(5)
Jumlah
pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
BAB IV
PENYUSUNAN RENCANA APBK
Bagian pertama
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Pasal 30
RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan Progran Bupati Bener Meriah yang penyusunannya
berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional dan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 31
RPJMD sebagaimana dimaksud pada Pasal 30
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bupati dilantik.
Pasal 32
(1)
SKPD
menyusun rencana strategis yang selanjunya disebut Renstra SKPD yang memuat
visi, misi, tujuan, Strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
(2)
Penyusunan
Renstra SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada RPJMD.
Pasal 33
(1)
Pemerintah
daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan
bahan dari Renstra SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada
rancana Kerja Pemerinah.
(2)
Rencana
SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran dari Renstra SKPD
yang disusun berdasarkan evaluasi pencapain pelaksanaan program dan kegiatan
tahun-tahun sebelumnya.
(3)
RKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
(4)
Kewajiban
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan prestasi capaian
standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
(1)
RKPD
sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (1) disusun untuk menjamin keterkaitan
dan kosistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
(2)
Penyusunan
RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun anggaran sebelumnya.
(3)
RKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Kebijakan APBK
Pasal 35
(1)
Bupati
berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (1) menyusun rancangan
kebijakan umum APBK.
(2)
Penyusunan
Kebijakan umum APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada pedoman
penyusunan APBK yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
(3)
Bupati
menyampaikan rancangan kebijakan umum APBK tahun anggaran berikutnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana landasan penyusunan rancangan
APBK kepada DPRK selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
(4)
Rancangan
Kebijakan umum APBK yang telah dibahas Bupati bersama DPRK dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya
disepakati menjadi kebijakan UmumAPBK.
Bagian Ketiga
Prioritas dan Pelafon Anggaran Sementara
Pasal 36
(1)
Berdasarkan
kebijakan umum APBK yang telah disepakati, Pemerintah Kabupaten dan DPRK
membahas rancangan prioritas dan plafon
anggaran sementara yang disampaikan oleh Bupati.
(2)
Pembahasan
prioritas dan Plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat minggu kedua Bulan Juli tahun anggaran sebelumnya.
(3)
Pembahasan
prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Menentukan
skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;
b.
Menentukan
urutan program dalam masing-masing urusan;
c.
Menyusun
plafon anggaran sementara untuk masing-masing program
(4)
Kebijakan
umum APBK dan prioritas plafon anggaran sementara yang telah dibahas dan disepakati
bersama Bupati dan DPRK dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditanda tangani
bersama oleh Bupati dan Pimpinan DPRK.
(5)
Bupati
berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan
pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
Bagian Keempat
Rancangan Kerja dan Anggaran SKPD
Pasal 37
(1)
Berdasarkan
pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (5) Kepala
SKPD menyusun RKA-SKPD.
(2)
RKA-SKPD
disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pasal 38
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan
kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan
maju yang berisi prakiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang
direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan dan merupakan implikasi
kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun
berikutnya.
Pasal 39
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan
penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses
perencanaan dan penganggaran dilingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen
rencana kerja dan anggaran.
Pasal 40
(1)
Penyusunan
RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antar pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan dan program termasuk efesiensi pencapaian keluaran dan hasil tersebut.
(2)
Penyusunan
anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan capaian kerja, indikator kinerja, analisis standar
belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
(3)
Standar
satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Pasal 41
RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada Pasal
37 ayat (1), memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan
kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian
objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun
berikutnya.
Bagian Kelima
Penyiapan Rancangan Qanun APBK
Pasal 42
(1)
RKA-SKPD
yang telah disusun oleh SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)
disampaikan kepada PPKD.
(2)
RKA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dibahas oleh tim anggaran
pemerintah daerah Kabupaten Bener Meriah;
(3)
Pembahasan
oleh tim pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk
menelaah kesesuaian atara RKA-SKPD dengan kebijakan umum APBK, prioritas dan
plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran
sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja analisis
standar belanja, standar satu tahun harga, dan standar pelayanan minimal;
Pasal 43
(1)
PPKD
menyusun Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK berikut dokumen pendukung
berdasarkan RKA-SKPD yang telah di telaah oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
(2)
Dokumen
pendukung sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas nota keuangan, dan
rancangan APBK.
BAB V
PENETAPAN APBK
Bagian Pertama
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Qanun
Kabupaten
tentang APBK
Pasal 44
Bupati menyampaikan rancangan Qanun
Kabupaten tentang APBK kepada DPRK disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka
memperoleh persetujuan bersama.
Pasal 45
(1)
Tata
cara pembahasan Qanun Kabupaten tentang APBK dilakukan sesuai dengan peraturan tata
tertib DPRK mengacu pada peraturan
perundang-undangan.
(2)
Atas
dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menitik beratkan
kepada kesesuaian antara kebijakan umum APBK serta prioritas dan plafon
anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam Rancangan Qanun
Kabupaten tentang APBK.
Bagian Kedua
Persetujuan Rancangan Qanun Kabupaten
Tentang APBK
Pasal 46
(1)
Pengambilan
Keputusan Bersama DPRK dan Bupati terhadap Rancangan Qanun Kabupaten tentang
APBK dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
(2)
Atas
dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati menyiapkan
Rancangan Peraturan Bupati tentang Pajabran APBK.
Pasal 47
(1)
Apabila
DPRK sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) tidak
mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap Rancangan Qanun Kabupaten
tentang APBK Bupati melaksankan Pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBKtahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan, yang
disusun dalam Rancangan Peraturan Bupati tentang APBK.
(2)
Pengeluaran
setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengingkat dan belanja yang
bersifat wajib.
(3)
Rancangan
Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari Gubernur.
(4)
Pengesahan
terhadap Rancangan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya
Rancangan dimaksud.
(5)
Apabila
sampai batas waktu sebgaimana dimaksud pada ayat (4) belum disahkan, Rancangan
peraturan Bupati tentang APBK ditetapkan menjadi Peraturan Bupati tentang APBK.
Bagian Ketiga
Evaluasi Rancangan Qanun Tentang
APBK dan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK
Pasal 48
(1)
Rancangan
Qanun Kabupaten tentang APBK yang telah disetujui bersama DPRK dan Rancangan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK sebelum ditetapkan oleh Bupati paling
lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
(2)
Hasil
evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima
belas) hari terhitung sejak diterima rancangan dimaksud.
(3)
Apabila
Gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak
rancangan diterima, maka Bupati dapat menetapkan Rancangan Qanun Kabupaten APBK
menjadi Qanun Kabupaten APBK dan rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran
APBK menjadi Peraturan Bupati tentang penjabaran APBK.
(4)
Apabila
Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK dan
rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati
menetapkan rancangan dimaksud menjadi Qanun Kabupaten dan Peraturan Bupati.
(5)
Apabila
Gubernur menyatakan hasil Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK dan Rancangan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK bertentangan dengan kepentingan umum
dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRK
melakukan penyempurnaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.
(6)
Apabila
hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Bupati dan DPRK, dan Bupati tetap
menetapkan Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK dan Rancangan Peraturan
Bupati tentang Penjabaran APBK menjadi Qanun Kabupaten dan Peraturan Bupati,
Gubernur membatalkan Qanun Kabupaten dan Peraturan Bupati dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBK tahun Sebelumnya.
Pasal 49
(1)
Paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), Bupati harus
memberhentikan pelaksanaan Qanun Kabupaten dan selanjutnya DPRK bersama Bupati
mencabut Qanun Kabupaten dimaksud.
(2)
Pencabutan
Qanun Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6) dilakukan dengan
Qanun Kabupaten tentang APBK.
(3)
Pelaksanaan...........
(3)
Pelaksanaan
Pengeluaran atas Pagu APBK tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
ayat (6) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 50
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang
dilakukan atas rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK dan Rancangan Peraturan
Bupati tentang Penjabaran APBK kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 51
Hasil evaluasi Rancangan Qanun Kabupaten
tentang APBK dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur untuk APBK.
Pasal 52
(1)
Penyempurnakan
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (5) dilakukan Bupati bersama
dengan Panitia anggaran DPRK.
(2)
Hasil
Penyempurnaan sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan DPRK.
(3)
Keputusan
Pimpinan DPRK sebagaiama dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan Qanun
Kabupaten tentang APBK.
(4)
Keputusan
Pimpinan DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya.
(5)
Keputusan
Pimpinan DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Gubernur
untuk APBK, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut
ditetapkan.
Bagian Kelima
Penetapan Qanun Kabupaten tentang APBK
Dan Peraturan Bupati tentang
Penjabaran APBK
Pasal 53
(1)
Rancangan
Qanun Kabupaten tentang APBK dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran
APBK yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Bupati menjadi Qanun Kabupaten
tentang APBK dan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBK.
(2)
Penetapan
Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK dan Peraturan Bupati tentang penjabaran
APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.
(3)
Bupati
menyampaikan Qanun Kabupaten tentang APBK dan Peraturan Bupati tentang
penjabaran APBK kepada Gubernur selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
ditetapkan.
BAB VI
PELAKSANAN APBK
Bagian Pertama
Asas Umum Pelaksanaan APBK
Pasal 54
(1)
SKPD
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan
yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya
dalam APBK.
(2)
Pelaksanaan
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus didasarkan pada
perinsip hemat, tidak mewah, efektif, efesien dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 55
(1)
PPKD
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah APBK ditetapkan, memberitahukan
kepada semua kepala SKPD agar menyusun dan menyampaikan rancangan DPA-SKPD
(2)
Rancangan
DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merinci sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta pendapatan
yang diperkirakan.
(3)
Kepala
SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya kepada PPKD paling
lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan.
Pasal 56
(1)
Tim
Anggaran Pemerintah Daerah melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama
dengan Kepala SKPD yang bersangkutan.
(2)
Verifikasi
atas rancangan DPA-SKPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1), diselesaikan paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja, sejak ditetapkannya Peraturan Bupati tentang
Penjabaran APBK,
(3)
Berdasarkan
hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD mengesahkan DPA-SKPD
dengan persetujuan Sekretaris Daerah Kabupaten.
(4)
DPA-SKPD
yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
Kepala SKPD yang bersangkutan, kepada satuan kerja pengawasan Daerah, dan APBK
selambat-lambatnya 7 (tujuh), hari kerja sejak tanggal disahkan.
(5)
DPA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran
oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 57
(1)
Semua
Penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
(2)
Bendahara
Penerimaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah wajib menyetor
seluruh penerimaannya ke Rekening Kas Umum Daerah selambat-lambatnya 1 (satu)
hari kerja.
(3)
Setiap
penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap atas setoran yang dimaksud.
Pasal 58
(1)
SKPD
dilarang melakukan pngutan selain dari yang ditetapkan dalam Qanun Kabupaten.
(2)
SKPD
yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak
pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan
tersebut.
Pasal 59
(1)
Penerimaan
SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk
pengeluaran.
(2)
Komisi,
rapat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan,
tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan
lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan hasil
pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.
(3)
Semua
penerimaan daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1) apabila bentuk uang harus
segera di setor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset
daerah yang dicatat sebagian investasi
daerah.
Pasal 60
(1)
Pengembalian
atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan
sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang
bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama.
(2)
Untuk
pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya
dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.
Bagian keempat
Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah
Pasal 61
(1)
Setiap
pengeluaran harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang
diperoleh oleh pihak yang menagih.
(2)
Pengeluaran
kas yang mengakibatkan beban APBK tidak
dapat dilakukan sebelum rancangan Qanun kabupaten tentang APBK ditetapkan dan
ditempatkan dalam lembaran daerah.
(3)
Pengeluaran
kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak termasuk belanja yang tidak
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pasal 62
Pembayaran atas beban APBK dapat dilakukan
berdasarkan SPD, atau DPA-SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
Pasal 63
(1)
Gaji
Pegawai Negeri Sipil dibebankan dalam APBK.
(2)
Pemerintah
Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan
Kepada Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRK sesuai
dengan ketentuan perarturan Perundang-undangan.
Pasal 64
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut
pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh
penerimaaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara pada
bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank
persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan Perundang-undangan.
Pasal 65
(1)
Pelaksanaan
Pengeluaran atas beban APBK dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(2)
Pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa
BUD.
(3)
Dalam
rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kuasa BUD
berkewajiban untuk :
a. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran
yang diterbitkan oleh pengguna Anggaran.
b. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas
beban APBK yang tercantum dalam perintah pembayaran.
c. Menguji kesediaan dana yang bersangkutan.
d. Memerintah pencairan dana sebagai dasar
pengeluaran daerah.
e. Menolak pencairan dana, apabila perintah
pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna angagaran tidak memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
Pasal 66
(1)
Penerbitan
SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang
dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
(2)
Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.
(3)
Bendahara
Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya
setelah :
a. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran
yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
b. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang
tercantum dalam perintah pembayaran; dan
c. Menguji ketersediaan dana yang
bersangkutan.
(4)
Bendahara
pengeluarann wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi.
(5)
Bendahara
pengeluaran bertanggungjawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
Pasal 67
Bupati dapat memberikan izin pembukaan
rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.
Pasal 68
Setelah tahun anggaran berakhir, kepala
SKPD di lingkungan pemerintah Kabupaten Bener Meriah selaku penguna anggaran
dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Angggaran Pembiayaan Daerah
Pasal 69
(3)
Pengelolaan
anggaran pembiayaan daerah dilakukan
oleh PPKD.
(4)
Semua
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Daerah.
Pasal 70
(1)
Pemindah
bukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan
berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan daerah/Qanun tentang pembentukan dana cadangan
yang berkenaan mencukupi.
(2)
Pemindah
bukuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sejumlah pagu dana
cadangn yang akan digunakan untuk menandai pelaksanaan kegiatan dalam tahun
anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Qanun Kabupaten tentang
pembentukan dana cadangan.
(3)
Pemindah
bukuan dari rekening cadangan kerekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan surat perintah pemindah bukuan oleh kuasa BUD
atas persetujuan PPKD.
Pasal 71
(1) Penjualan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada bukti penerimaan yang
sah.
Pasal 72
(1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada
jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan
sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan.
(2) Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang
asing dibukukan dalam nilai rupiah.
Pasal 73
Penerimaan kembali dalam pemberian
pinjaman didasarkan pada pinjaman pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk
kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi
tanggungan pihak peminjam..
Pasal 74
(1)
Jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan untuk
pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan
jumlah yang ditetapkan dalam Qanun Kabupaten.
(2)
Pemindah
bukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditrasfer dari rekening
kas umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah
pemindah bukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Pasal 75
Penyertaan modal Pemerintah daerah dapat
dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan
telah ditetapkan dalam Qanun Kabupaten tentang penyertaan modal daerah
berkenaan.
Pasal 76
Pembayaran pokok utang didasarkan pada
jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan
pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban Pemerintah Daerah
yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Pasal 77
Pemberian pinjaman daerah kepada pihak
lain berdasarkan Keputusan Bupati atas persetujuan DPRK.
Pasal 78
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan
penyertaan modal pemerintah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman
daerah dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD.
Pasal 79
Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran
pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk :
a. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah
bukuan yang diterbitkan oleh PPKD;
b. Menguji kebenaran perhitungan pengeluaran
pembiayaan yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c. Menguji ketersediaan dana yang
bersangkutan;
d. Menolak pencairan dana, apabila perintah
pembayaran atas pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
BAB VII
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBK
DAN PERUBAHAN APBK
Bagian Pertama
Laporan Realisasi Semester Pertama APBK
Pasal 80
(1)
Pemerintah
Daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBK dan prognosis untuk 6
(enam) bulan berikutnya.
(2)
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRK selambat-lambatnya
pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama
antara DPRK dan Pemerintah Darah.
Bagian Kedua
Perubahan APBK
Pasal 81
(1)
Penyusunan
APBK dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRK
dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraaan perubahan atas APBK
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan
asumsi kebijakan umum APBK;
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran
lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan;
d. Keadaan darurat; dan
e. Keadaan luar biasa.
(2)
Dalam
Keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBK, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
(3)
Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari
aktifitas Pemerintah Daerah tidak dapat
diprediksikan sebelumnya ;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada diluar kendali dan pengaruh
Pemerintah Daerah; dan
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap
anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Pasal 82
(1)
Perubahan
APBK dapat dilakukan perubahan dalam 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, dalam keadaan luar biasa.
(2)
Keadaan
luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf e adalah keadaan
yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBK mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pasal 83
(1)
Pemerintah
Daerah mengajukan rancangan Qanun Kabupaten tentang perubahan APBK tahun
anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRK sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir.
(2)
Persetujuan
DPRK terhadap Rancangan Qanun Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Pasal 84
(1)
Proses
evaluasi dan penetapan Rancangan Qanun Kabupaten tentang perubahan APBK dan
Rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran perubahan APBK menjadi Qanun
Kabupaten dan Peraturan Bupati berlaku ketentuan dimaksud dalam Pasal 48, Pasal
52 dan Pasal 53.
(2)
Apabila
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditindak lanjuti oleh
Bupati dan DPRK, dan Bupati tetap menetapkan Rancangan Qanun Kabupaten tentang
perubahan APBK dan rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran perubahan
APBK, Qanun Kabupaten dan Peraturan Bupati dimaksud dibatalkan dan sekaligus
menyatakan berlakuknya pagu APBK tahun berjalan untuk pendanaan keadaan
darurat.
(3)
Pembatalan
Qanun Kabupaten tentang perubahan APBK dan Peraturan Bupati tentang penjabaran
Perubahan APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Gubernur.
Pasal 85
(1)
Paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (3) Bupati wajib memberhentikan pelaksanaan Qanun Tentang
perubahan APBK dan selanjutnya Bupati bersama DPRK mencabut Qanun Kabupaten
dimaksud.
(2)
Pencabutan
Qanun Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Qanun
Kabupaten tentang pencabutan Qanun Kabupaten tentang perubahan APBK.
(3)
Pelaksanaan
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
(4)
Realisasi
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam Rancangan Qanun Kabupaten
tetang pertanggungjawaban pelaksanaan APBK.
BAB VIII
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Asas Umum Penata Usahaan Keuangan Daerah
Pasal 86
(1)
Pengguna
anggara/kuasa pengguna anggaran, Bendahara Penerimaan/ pengeluaran dan orang
atau Badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib
menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan.
(2)
Pejabat
yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat
bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBK bertanggungjawab atas
kebenaran material dan akibat yang ditimbulkan dari penggunaan surat bukti
dimaksud.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 87
(1)
Untuk
pelaksanaan APBK, Bupati menetapkan :
a. Pejabat yang diberi wewenang yang menanda
tangan SPD;
b. Pejabat yang diberi wewenang yang
menadatangani SPM;
c. Pejabat yang diberi wewenang yang menandatangani
surat pertanggungjawaban (SPJ);
d. Pejabat yang diberi wewenang yang
menandatangani SP2D;
e. Bendahara penerima/pengeluaran; dan
f. Pejabat lain yang ditetapkan dalam rangka
pelaksanaan APBK.
(2)
Penetapan
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dimulainya tahun
anggaran berkenaan.
Pasal 88
Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara
Pengeluaran dalam melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan pada satuan kerja
dalam SKPD dapat dibantu oleh pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu
bendahara pengeluaran sesuai kebutuhan dengan Keputusan Kepala SKPD.
Pasal 89
(1)
PPKD
dalam rangka manajemen kas menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan penjadwalan
pembayaran pelaksanaan program dan kegiatan yang dimuat dalan DPA-SKPD.
(2)
SPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.
Bagian Ketiga
Penatausahaan Bendahara Penerimaan
Pasal 90
(1) Penyetoran penerimaan pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dilakukan dengan uang tunai.
(2) Penyetoran sebgaimana dimaksud pada ayat
(1) ke rekening kas umum daerah pada Bank Pemerintah yang ditunjuk, dianggap
sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
(3) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan
uang, cek, atau surat berharga yang dalam penguasaannya lebih dari 1 (satu)
hari kerja dan/atau atas nama pribadi pada Bank atau Giro Pos.
Pasal 91
(1) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas
penerimaan yang menjadi tanggungjawabnya.
(2) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
(3) PPKD melakukan verifikasi, evaluasi dan
analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Bagian Keempat
Penatausahaan Bendahara Pengeluaran
Pasal 92
(1)
Permintaan
pembayaran dilakukan melalui penerbitan SPP-LS, SPP-UP, SPP-GU, dan SPP-TU;
(2)
PPTK
mengajukan SPP-LS melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
diterimanya tagihan dari pihak ketiga.
(3)
Pengajuan
SPP-LS dilampiri dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan.
(4)
Bendahara
pengeluaran melalui pejabat penatusahaan keuangan pada SKPD mengajukan SPP-UP
kepada pengguna anggaran setinggi-tingginya untuk keperluan satu bulan.
(5)
Pengajuan
SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan daftar rincian
rencana pengguna dana.
(6)
Besarnya
SPP-UP lebih lanjut diatur dengan Keputusan Bupati.
(7)
Untuk
penggantian dan penambahan uang persediaan, bendahara pengeluaran mengajukan
SPP-GU dan/atau SPP-TU.
(8)
Batas
jumlah pengajuan SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus mendapat
persetujuan dari PPKD Kabupaten Bener Meriah dengan memperhatikan rincian
kebutuhan dan waktu penggunaan.
Pasal 93
(1)
Pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bener
Meriah mengajukan permintaan uang persediaan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan
SPM-UP.
(2)
Pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran mengajukan pengantian uang persedian yang
telah digunakan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan SPM-GU yang dilampiri
bukti asli pertanggungjawaban atas penggunaan uang persediaan sebelumnya.
(3)
Dalam
hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, pengguna anggarn/kuasa pengguna
anggaran dapat mengajukan tambahan uang persediaan kepada kuasa BUD dengan
menerbitkan SPM-TU.
(4)
Pelaksanaan
Pembayaran melalui SPM-UP dan SPM-LS berpedoman kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 94
(1)
Kuasa
BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari pengguna/kuasa pengguna
annggaran yang ditujukan kepada Bank operasional mitra kerjanya.
(2)
Penerbitan
SP2D oleh kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak SPM diterima.
(3)
Kuasa
BUD tidak berhak menolak permintaan pembayaran yang diajukan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran bilamana :
a. Pengeluaran tersebut melampaui pagu
dan/atau
b. Tidak didukung oleh kelengkapan dokumen
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4)
Dalam
hal kuasa BUD menolak permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
SPM dikembalikan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterima.
Pasal 95
Tata cara penatausahaan bendahara
pengeluaran diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Akuntasi Keuangan Daerah
Pasal 96
(1)
Pemerintah
daerah menyusun sistem akuntansi Pemerintah Daerah yang mengacu kepada standar
akuntasi pemerintahan.
(2)
Sistem
akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan Bupati Bener Meriah mengacu pada Qanun Kabupaten ini.
Pasal 97
Bupati berdasarkan standar akuntansi
pemerintahan menetapkan peraturan Bupati tentang kebijakan akuntasi.
Pasal 98
(1)
Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah paling sedikit meliputi :
a. Prosedur akuntansi penerimaan kas;
b. Prosedur akuntansi pengeluaran kas;
c. Prosedur akuntansi asset;
d. Prosedur akuntansi selain kas.
(2)
Sistem
akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan prinsip
pengendalian intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBK
Pasal 99
(1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan aset, hutang dan ekuitas
dana, yang berada dalam tanggungjawabnya.
(2) Penyelenggaraan Akuntansi sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) merupakan pencatatan/penatausahaan atas transaksi
keuangan dan menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran
dan barang yang dikelolanya.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri dari laporan laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan
atas laporan keuangan disampaikan kepada Bupati melalui PPKD selambat-lambatnya
2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(4) Kepala SKPD selaku pengguna
anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBK yang
menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian
intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 100
(1)
PPKD menyelenggarakan
akuntansi atas transaksi keuangan , aset, utang, dan ekuitas dana termasuk
transasksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2)
PPKD
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari :
a. Laporan Realisasi anggaran;
b. Neraca.
c. Laporan arus kas: dan
d. Catatan atas laporan keuangan.
(3)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
(4)
Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan ikhtisar
realisasi kinerja dan laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan
daerah.
(5)
Laporan
keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bener Meriah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disusun berdasarkan laporan keuangan SKPD.
(6)
Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan kepada Kepala
Daerah dalam rangka memenuhi pertanggunjawaban pelaksanaan APBK.
Pasal 101
Bupati
menyampaikan Rancangan Qanun Kabupaten tentang pertanggung jawaban
pelaksanaan APBK kepada DPRK berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
Pasal 102
(1)
Lapora
keuangan pelaksanaan APBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) disampaikan kepada BPK
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2)
Pemeriksaan
laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
Pemerintah Daerah.
(3)
Apabila
sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum menyampaikan
laporan hasil pemeriksaan, rancangan Qanun Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 diajukan kepada DPRK.
Pasal 103
Bupati memberikan tanggapan dan melakukan
penyesuaian terhadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas
laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 ayat
(1)
BAB X
PENGENDALIAN
DEFISIT DAN PENGGUNAAN SURPLUS APBK
Bagian Pertama
Pengendalian Defisit APBK
Pasal 104
(1)
Dalam
hal APBK diperkirakan defisit ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutupi defisit tersebut dalam Qanun Kabupaten tentang APBK.
(2)
Defisit
APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditutup dengan pembiayaan netto.
Pasal 105
(1)
Penetapan
batas maksimal kumulatif defisit APBK untuk setiap tahun anggaran mempedomani
ketentuan yang diatur oleh Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan
Menteri Dalam Negeri.
(2)
Penetapan
batas maksimal defisit APBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
menteri Keuangan setiap tahun pada bulan Agustus.
(3)
Pemerintah
daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBK kepada Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.
(4)
Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan
penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan.
Pasal 106
Defisit APBK dapat ditutup dari sumber
pembiayaan :
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA)
daerah Tahun sebelumya.
b. Pencairan dana cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
d. Penerimaan pinjaman, dan/atau;
e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Bagian Kedua
Penggunaan Surplus APBD
Pasal 108
Dalam hal APBK diperkirakan surplus,
penggunaannya ditetapkan dalam Qanun Kabupaten tentang APBK.
Pasal 109
Pengguna surplus APBK diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan/atau pendanaan belanja
peningkatan jaminan sosial.
BAB XI
KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Pengelolaan Kas Umum Daerah
Pasal 110
Semua transasksi penerimaan dan
pengeluaran daerah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah.
Pasal 111
(1)
Dalam
rangka pengelolaan Keuangan Daerah, PPKD membuka rekening kas umum daerah pada Bank yang ditentukan oleh Bupati.
(2)
Dalam
melaksanakan operasional penerimaan dan pengeluaran daerah, kuasa BUD dapat
membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada Bank yang ditetapkan
oleh Bupati.
(3)
Rekening
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menampung
penerimaan daerah setiap hari.
(4)
Saldo
rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap akhir hari kerja
wajib desetorkan seluruhnya ke rekening kas umum daerah.
(5)
Rekening
pengeluaran pada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan dana yang
bersumber dari rekening kas umum daerah.
(6)
Jumlah
dana yang disediakan pada rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan
pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBK.
Pasal 112
(1)
Pemerintah
daerah berhak memperoleh bunga dan/ataujasa giro atas dana yang disimpan pada
Bank umum berdasarkan tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku.
(2)
Bunga
dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Bener Meriah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada belanja daerah.
Pasal 113
(1)
Biaya
yang sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh Bank umumyang
bersangkutan.
(2)
Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada belanja daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Piutang Daerah
Pasal 114
(1)
Setiap
pejabat yang diberikan kuasa untuk mengelola, pendapatan, belanja, dan kekayaan
daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya
dengan tepat waktu.
(2)
Pemerintah
daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Piutang
daerah yang dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, Diselesaikan menurut
praturan perundang-undangan
(4)
Penyelesaian
piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui
perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
(1)
Piutang
daerah dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai dengan
ketentuan mengenai penghapusan piutang Negara dan Daerah yang cara
penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2)
Penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang Pemerintah
Daerah, ditetapkan oleh :
a. Bupati untuk jumlah sampai dengan Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
b. Bupati dengan persetujuan DPRK untuk
jumlah lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Bagian Ketiga
Pengelolaan Investasi Daerah
Pasal 116
Pemerintah daerah dapat melakukan
investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk memperoleh manfaat, ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Pasal 117
(1)
Investasi
jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada Pasal 116 merupakan investasi yang
dapat segera dicairkan dan dimaksud untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau
kurang.
(2)
Investasi
jangka panjang sebagaimana dimaksud pada Pasal 116, merupakan investasi yang
dimaksud untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Pasal 118
(1)
Investasi
jangka panjang sebagaimana dimaksud pada Pasal 117 ayat (2) terdiri dari
investasi permanen dan non permanen.
(2)
Investasi
permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memiliki secara
berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjual belikan atau tidak ditarik
kembali.
(3)
Investasi
non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memiliki
secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik
kembali.
Pasal 119
Pedoman investasi permanen dan non
permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), mengacu kepada
peraturan Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 120
(1)
Barang
milik daerah diperoleh atas beban APBK dan perolehan lainnya yang sah.
(2)
Pengolahan
lainnya yang sah sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/atau
yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh dari kotrak kerja
sama, kontrak bagi hasil, dan kerja sama pemanfaatan barang milik daerah;
c. Barang yang diperoleh berdasarkan
penetapan karena peraturan Perundang-undangan;
d. Barang yang diperoleh dari Putusan
peradilan.
Pasal 121
(1) Pengelolaan barang daerah meliputi
rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang mencakup
perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan dan
pengamanan.
(2) Pengelolaan barang daerah ditetapkan
dengan Qanun Kabupaten dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengelolaan Dana Cadangan
Pasal 122
(1)
Pemerintah
daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
(2)
Pembentukan
dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Qanun
Kabupaten.
(3)
Qanun
Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan,
besaran, dan sumber dana cadangan serta jenis program/kegiatan yang dibiayai
dari dana cadangan tersebut.
(4)
Dana
cadangan yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bersumber dari
penyisihan atas penerimaan daerah kecuali DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan
lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(5)
Penggunaan
dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBK
dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan.
Pasal 123
(1)
Dana
cadangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 122 ayat (1) ditetapkan pada rekening
tersendiri yang dikelola oleh PPKD.
(2)
Dalam
hal dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum digunakan sesuai
dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang
diberikan hasil tetap dengan resiko rendah.
(3)
Hasil
dari penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menambah
dana cadangan.
(4)
Posisi
dana cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
pertanggung jawaban APBK.
Bagian Keenam
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 124
(1)
Bupati
dapat menggadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Qanun
Kabupaten tentang APBK.
(2)
PPKD
menyiapkan rancangan Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan pinjaman daerah.
(3)
Biaya
berkenaan dengan pinjaman daerah dibebankan pada anggaran belanja daerah.
Pasal 125
(1)
Hak
tagihan atas utang beban daerah kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang
tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
(2)
Kadaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang
mengajukan tagihan kepada daerah sebelum berakhirnya masa kadaluarsa.
(3)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban
bunga dan pokok pinjaman daerah Kabupaten Bener Meriah.
Pasal 126
Pinjaman daerah bersumber dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah daerah lain;
c. Lembaga Keuangan Bank;
d. Lembaga keuangan bukan bank; dan
e. Masyarakat.
Pasal 127
(1) Penerbitan obligasi daerah ditetapkan
dengan Qanun Kabupaten setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
(2) Persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam
Negeri;
(3) Qanun Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup jumlah
dan nilai nominal obligasi daerah yang akan diterbitkan.
(4) Penerimaan hasil penjualan obligasi daerah
dianggarkan pada penerimaan Pembiayaan.
(5) Pembayaran bunga atas obligasi daerah
diangggarkan pada belanja bunga dalam anggaran belanja daerah;
Pasal 128
Pinjaman daerah berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 129
Pemerintah melakukan pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada
Pemerintah Daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 130
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
129 meliputi pemberian pedoman,
Bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan
Pengembangan.
(2) Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup perencanaan dan penyusunan APBK, penatausahaan, pertanggungjawaban
keuangan daerah, pemantauan dan evaluasi, surat kelembagaan pengelolaan
keuangan daerh;
(3) Pemberian bimbingan, suvervisi, dan
konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup perencanaan dan
penyusunan APBK, pelaksanaan, dan pertanggung
jawaban APBK yang dilaksanakan secara berkala dan/ atau sewaktu-waktu,
baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai
dengan kebutuhan.
(4) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada yat (1) dilaksanakan secara berkala bagi Bupati dan Wakil Bupati,
anggota DPRK, Perangkat Daerah, dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Pasal 131
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
129 untuk Daerah Kabupaten dikoordinasikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah
Pusat.
Pasal 132
DPRK melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Qanun Kabupaten tentang APBK.
Pasal 133
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengendalian Intern
Pasal 134
(1)
Dalam
rangka meningkatkan kinerja, Transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, Bupati mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian
Intern di lingkungan pemerintah Daerah yang dipimpinnya.
(2)
Pengaturan
dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Ekstern
Pasal 135
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban
Keuangan Daerah dilakukan oleh BPKsesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH
Pasal 136
(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan
oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera
diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Bendahara, Pegawai Negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban
yang dibeban kepadanya secara langsung merugikan keuangan daerah, wajib
mengganti kerugian tersebut.
(3) Kepala SKPD dapat segera melakukan
tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam SKPD yang bersangkutan
terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Pasal 137
(1) Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh
atasan langsung atau kepala SKPD kepada Bupati dan diberitahukan kepada BPK
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian Daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah diketahui,
kepada bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, atau pejabat lain atau
nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 136 ayat (2) segera dimintakan surat pernyataan disanggupkan
dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggungjwabnya dan bersedia
mengganti kerugian daerah dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggungjawab mutlak
tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah,
Bupati segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 138
(1) Dalam hal bendahara, Pegawai Negeri Sipil
bukan Bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti rugi daerah
berada dalam pengampunan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan
penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperolehnya, yang berasal
dari bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, atau pejabat lain yang
bersangkutan.
(2) Tangungjawab Pengampu/yang memperoleh
hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan
pengadilan yang menetapkan pengampunan kepada bendahara, Pegawai Negeri bukan
Bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, Pegawai
Negeri bukan Bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan
diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi
tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
Pasal 139
(1) ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana
diatur dalam Qanun Kabupaten ini berlaku pula untuk dan/atau barang bukan milik
daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara,
atau pejabat lain yang digunakan dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah
dalam Qanun Kabupaten ini berlaku pula dalam pengelolaan perusahaan daerah dan
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, sepanjang
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Pasal 140
(1) Bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara,
dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian daerah dapat
dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
(2) Putusan pidana atas kerugian daerah
terhadap bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, dan pejabat lain tidak dibebaskan
yang bersangkutan dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 141
Kewajiban bendahara, Pegawai Negeri bukan
Bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa
jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam
waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan
ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 142
(1)Pengenaan ganti kerugian daerah Kabupaten Bener
Meriah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
(2)Apabila dalam pemeriksaan kerugiaan daerah
ditemukan unsur pidana, BPK
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 143
Pengenaan ganti rugi daerah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 144
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
tuntutan ganti rugi daerah diatur dengan Qanun Kabupaten dan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 145
Pemerintah daerah dapat membentuk BLUD
untuk :
a. Menyediakan barang dan/atau jasa untuk
layanan umum;
b. Mengelola dana khusus dalam rangka
meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 146
(1)
BLUD
dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa.
(2)
Kekayaan
BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yng bersangkutan
Pasal 147
Pembinaan keuangan BLUD dikelola oleh PPKD
dan pembinaan teknis dilakukan oleh SKPD yang bertanggungjawab atas bidang
pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 148
BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan
dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 149
Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan
langsung untuk membiayai belanja BLUD yang bersangkutan.
Pasal 150
Pedoman teknis mengenai pengelolaan
keuangan BLUD datur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh
pertimbangan Menteri Keuangan.
BAB XV
PENGATURAN SISTEM DAN PROSEDUR
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 151
Ketentuan tentang sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan Bupati sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 152
Semua Qanun yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan Qanun Kabupaten ini dinyatakan tetap berlaku.
BABXVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 153
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bener
Meriah.
Ditetapkan di Redelong
Pada
tanggal
|
19 MEI
2008 M
13 RABIUL
AKHIR 1429 H
|
BUPATI BENER MERIAH,
H. TAGORE ABUBAKAR
Diundangkan di Redelong
Pada
tanggal
|
21 MEI 2008 M
15
RABIUL AKHIR 1429 H
|
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BENER MERIAH,
ISHAK MS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENER MERIAH TAHUN 2008 NOMOR 42
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH
NOMOR :
TAHUN 2008
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
KABUPATEN BENER MERIAH
A. Umum
Dalam
rangka pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti
dengan pertimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
sebagaimana diatur dalam unundang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah timbul hak
dan kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola
dalam suatu sistem Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengelolaaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud merupakan sub sistem dari sistem Pengelolaaan Keuangan
Negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelengggaraan Pemerintahan Daerah.
Selain
kedua Undang-undang tersebut di atas, terdapat beberapa peraturan
Perundang-undangan yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah
terbit lebih dahulu. Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Pembendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaaan Keuangan Daerah dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaaan Keuangan
Daerah sebagaiman telah diubah dengan permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
PPKD.
Pada
dasarnya buah pikiran yang melatar belakangi terbitnya peraturan
Perundang-undangan di atas adalah keinginan untuk mengelola keuangan Negara dan
Daerah secara efektif dan Efisien. Ide dasar tersebut tentunya ingin
melaksanakan melalui tata kelola Pemerintahan yang baik yang memiliki tiga
pilar utama yaitu transparansi, akuntanbilitas dan partisifatif.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya satu Peraturan Daerah pelaksanaan
yang komprehensif dan terpadu (Omnibus
regulation) dari berbagai undang-undang dan peraturan tersebut di atas yang
bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi
tafsir dalam penerapannya. Peraturan Daerah dimaksud memuat berbagai kebijakan
terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah.
Berdasarkan
pemikiran sebagaimana diuraikan di atas maka pokok-pokok muatan peraturan
daerah/Qanun ini mencakup.
1.
Perencanaan dan Penganggaran
Pengaturan pada
aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBK semaksimal
mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan
arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi
sumberdaya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karenanya dalam
proses dan mekanisme penyusunan APBK yang diatur dalam Peraturan Daerah/Qanun
ini akan memperjelas siapa bertanggungjawab apa sebagai landadan
pertanggungjawaban baik antara eksekutif dan DPRK, maupun Internal Eksekutif
itu sendiri.
Dokumen………..
Dokumen penyusunan
anggaran yang disampaikan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang disusun dalam Format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD harus
betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran serta
kolerasi antar besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat
dan hasil yang ingin dicapai dan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang
dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung
makna bahwa setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk bertanggung jawab
atas hasil proses dan penggunaan sumberdayanya.
APBK merupakan
instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Untuk
menjamin agar APBK dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
dalam Qanun ini diatur landasan administratif dalam pengelolaan anggaran daerah
yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang harus diikuti
secara tertib dan taat azas. Selain itu dalam rangka disiplin anggaran maka
penyusunan anggaran baik pendapatan maupun belanja juga harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya apakah itu Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, Qanun Kabupaten atau Keputusan Bupati. Oleh karena itu dalam proses penyusunan
APBK harus mengikuti prosedur administratif yang ditetapkan.
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan
yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak
mencukupi kredit anggarannya dalam APBK/Perubahan APBK;(3) semua penerimaan dan
pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan
dalam APBK dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah.
Pendapatan Daerah (langsung) pada hakikatnya
diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang
dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan
terkait dengan prinsip kewajaran horizontal dan kewajaran vertikal.
Prinsip dari kewajaran horizontal menekankan pada
persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan
sama,sedangkan prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib
pajak/retribusi untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai kemapuan
untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk
menyeimbangkan kedua prinsip tersebut Pemerintah Daerah dapat melakukan
diskriminasi tarif secara Rasional untuk menghilangkan rasa ketidak adilan.
Selain itu
dalam konteks belanja, Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja
daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan
umum.
Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat
efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu
diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil manfaat serta
indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan
penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Aspek penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Daerah/Qanun
ini adalah keterkaitan antar kebijakan (Policy), perencanaan (planning) dengan anggaran (budget) oleh pemerintah
daerah, agar singkron dengan berbagai kebijakan pemerintah sehingga tidak
menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Proses penyusunan APBK pada dasarnya bertujuan
untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia,
mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan
mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh
karena itu pengaturan penyusunan
anggaran merupakan hal penting dan agar dapat befungsi sebagaimana
diharapkan yaitu (1) dalam konteks
kebijakan anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan
secara tegas penggunaan sumber daya yang dimiliki masyarakat; (2) fungsi utama
anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian;
(3) Anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan
dan kesenjangan dalam berbagai hal disuatu negara.
Penyusunan APBK diawali dengan penyampaian
kebijakan umum APBK sejalan dengan rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai
landasan penyusunan RAPBK kepada DPRK untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBK. Berdasarkan kebijakan umum APBK yang telah disepakati dengan
DPRK, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRK membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk menjadikan acuan bagi setiap Satuan kerja Perangkat
Daerah.
Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan perkiraan belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang telah disusun. Rencana Kerja dan
Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRK untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBK. Hasil pembahasan ini disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan Daerah sebagai bahan
penyusunan Rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK.
Proses selanjutnya pemerintah daerah mengajukan
rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK disertai penjelasan dari Dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRK untuk dibahas dan disetujui. APBK disetujui DPRK ini
terinci sampai dengan unit organisasi, Fungsi, Program, Kegiatan, dan
jenis-jenis belanja. Jika DPRK tidak menyetujui Rancangan Qanun Kabupaten APBK
tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Kabupaten Bener
Meriah dapat melaksanakan pengeluaran Daerah setinggi-tingginya sebesar angka
APBK tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan
wajib.
2. Pelaksanaan
dan penata usahaan Keuangan daerah
Bupati selaku pemegang kekuasaan Penyelenggaran
Pemerintahan Daerah adalah juga pemegangkekuasaan
dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasan tersebut dilaksanakan
oleh Kepala Satuan Kerja pengelola keuangan Daerah selaku pejabat pengelola
keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja prangkat daerah selaku
pejabat penggunaan anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretariat
daerah Kabupaten. Pemisahan ini akan diberikan kejelasan dalam berbagai
wewenang dan tanggungjawab, terlaksananya mekanisme cheks and balances serta
untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas
Pemerintahan.
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
yang maksimal guna kepentingan
masyarakat.
Perubahan APBK dimungkinkan jika terjadi
perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBK, terdapat
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antara unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja serta terjadi keadaan yang
menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan. Selain itu dalam keadaan darurat pemerintah
daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBK dan/atau disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran.
Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur qanun
Kabupaten ini adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar para
pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem
pembayaran, manajemen kas dan perencanaan
keuangan, pengelolaan piutang dan utang,pengelolaan
investasi,pengelolaan Barang Milik Daerah, larangan penyitaan Uang dan Barang
Milik Daerah dan/atau yang dikuasai Negara/Daerah, penatausahaan dan pertanggung
jawaban APBK,serta akuntansi dan pelaporan.
Sehubungan dengan hal itu, dalam Qanun Kabupaten
ini diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai pengguna anggaran
dan pelaksana program.Sementara itu peraturan Daerah/Qanun ini juga menetapkan
posisi Satuan kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Bendahara Umum
Daerah.Dengan demikian,Fungsi perbendaharaan akan dipusatkan di Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah.
Namun demikian untuk menyelesaikan proses
pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat,harus dibentuk kas kecil Unit
Pengguna anggaran.Pemegang Kas Kecil harus bertanggung jawab mengelola dana
yang jumlahnya lebih dibatasi yang dalam Qanun kabupaten ini dikenal sebagai
bendahara.
Berkaitan dengan sistem pengeluaran dan sistem
pembayaran, dalam rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas
satuan kerja perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verifikasi
(pengurusan administrasi dan penerbitan SPM (pengurusan pembayaran berada dalam
suatu kewenangan tunggal (satuan kerja Pengelolaan Keuangan Daerah ),Fungsi
penerbitan SPM dialihkan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah. Perubahan ini juga diharapkan dapat
menyederhanakan seluruh proses pembayaran.Dengan memisahkan pemegang kewenangan
Kompetabel, check and balance mungkin dapat terbangun melalui (a) ketaatan
terhadap ketentuan hukum, (b) pengamanan dini melalui pemeriksaan dan
persetujuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, (c) sesuai dengan spesifikasi
teknis, dan (d) menghindari pelanggaran
terhadap ketentuan perundang undangan dan memberi keyakinan bahwa uang Daerah
dikelola dengan benar.
Selanjutnya sejalan dengan pemindahan kewenangan
penerbitan SPM kepada Satuan kerja perangkat daerah, jadwal penerimaan dan
pengeluaran kas secara priodik harus diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang
disampaikan unit penerima dan unit pengguna kas.Untuk itu unit yang menangani
perbendaharaan di satuan kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan antisipasi
secara lebih baik terhadap kemungkinan kekurangan kas.Dan sebaliknya melakukan
rencana untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari pemanfaatan kesempatan
melakukan invenstasi dari kas yang belum digunakan dalam priode jangka pendek.
3. Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah
Pengaturan bidang akuntansi dan dilakukan dalam
rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transportasi. Dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah
wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1) Laporan Realisasi Anggaran,
(2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan,
Laporan Keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah,
sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRK, laporan keuangan perlu
diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi
manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah.
Berkenaan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan oleh UU Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, terdapat dua
jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaaan keuangan negara,
yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan atas pengelolaaan keuangan daerah
dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945,
pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan oleh BPK. Dengan demikian BPK RI
melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.
Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini,
BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai denga
standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari
kesesuaiannya terhadap standar akuntasi
pemerintahan. Selain pemeriksaan intern . Pemeriksaan ini pada pemerintah
daerah dilaksanakan oleh badan Pengawasan Daerah.
Oleh karena itu dengan spirit singkronisasi dan
sinergitas terhadap berbagai undang-undang tersebut di atas, maka pengelolaan
keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah/Qanun ini bersifat umum dan
lebih menekan kepada hal yang lebih prinsip, norma, asas landasan umum dalam
penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah.
B. Pasal demi Pasal
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Ayat (1)
Efisiensi merupakan pencapaian keluaran yang
maksimum dengan masukan tertentu atau pengguna masukan terendah untuk mencapai
keluaran tertentu.
Ekonomis merupakan perolehan masukan dengan kualitas
dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
Epektif merupakan pencapaian hasil program dengan
target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan
hasil.
Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang
memungkinkan masyarakat untuk mengetahui untuk mendapatkan akses informasi
seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
Bertanggungjawab merupakan perwujudan kewajiban
seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya.
Kepatutan adalah tindakan atau satuan sikap yang dilakukan dengan wajar dan
profesional.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan koordinator adalah
terkait dengan peran dan fungsi Sekretaris Daerah Kabupaten membantu Bupati
dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan
Pemerintah Daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Tim anggaran pemerintah daerah mempunyai tugas
menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Bupati dalam rangka penyusunan APBK yang
anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya
sesuai dengan kebutuhan.
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup Jelas
Huruf h
Utang piutang sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini adalah sebagai akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan DPA-SKPD.
Huruf i
Cukup Jelas
Huruf j
Cukup Jelas
Huruf k
Cukup Jelas
Huruf l
Cukup Jelas
Huruf m
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Penunjukan PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat ini
melalui usulan atasan langsung yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dokumen anggaran adalah baik yang
mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi terkait
dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 13
Cukup
Jelas
Pasal 14
Cukup
Jelas
Pasal 15
Cukup
Jelas
Pasal 16
Cukup
Jelas
Pasal 17
Ayat
(1)
Cukup
Jelas
Ayat
(2)
Cukup
Jelas
Ayat (3)
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran
daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan;
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran
daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran
daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran
daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja /mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan
anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran
pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat
(1)
Penilaian penerimaan dan
pengeluaran dalam bentuk barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBK
berdasarkan nilai perolehan atau nilai wajar.
Ayat
(2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
penganggaran bruto adalah bahwa Jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak
boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan
pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah
lain dalam rangka bagi hasil.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan “ekuitas dana
lancar” adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek.
Ayat
(3)
Cukup jelas
Ayat
(4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Yang dimaksud dengan lain-lain
pendapatan yang ditetapkan pemerintah seperti dana bagi hasil pajak dari
Provinsi Ke Kabupaten/Kota dan dana otonomi khusus.
Pasal
26
Ayat (1)
Dalam menerima hibah, daerah tidak
boleh menerima ikatan yang secara politis dapat mempengaruhi kebijakan daerah.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Pasal
27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “urusan
wajib” dalam ayat ini adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan
hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintah daerah.
Yang dimaksud dengan urusan
yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi keuangan daerah yang bersangkutan, antara lain
pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
organisasi pemerintahan daerah seperti DPRK, Bupati dan Wakil Bupati,
Sekretariat Daerah Kabupaten, Sekretariat DPRK, Dinas, Badan, Kantor Kecamatan
dan Kelurahan di lingkungan Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Klasifikasi menurut fungsi
yang dimaksud dalam ayat ini adalah klasifikasi yang didasarkan pada
fungsi-fungsi utama Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada
Masyarakat.
Ayat (6)
Urusan Pemerintahan yang
dimaksud dalam ayat ini adalah urusan yang bersifat wajib dan urusan bersifat
pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.
Ayat (7)
Huruf a
Belanja Pegawai adalah belanja
kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada DPRK dan pegawai pemerintah
daerah baik yang bertugas di dalam maupun di luar daerah sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal. Contoh : Gaji dan tunjangan, Honorarium, Lembur, Kontribusi
sosial, dan lain-lain sejenis.
Huruf b
Belanja Barang dan jasa
adalah digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai guna
memproduksi barang dan jasa. Contoh : Pembelian Barang dan Jasa keperluan
kantor, jasa pemeliharaan, ongkos perjalanan dinas.
Huruf c
Belanja modal adalah
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pemebelian/pengadaan aset tetap dan
aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan.
Huruf d
Pembayaran bunga utang,
pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal
outstanding), yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau
jangka panjang. Contoh : Bunga utang
kepada pemerintah Pusat, Bunga Utang kepada Pemda lain, dan Lembaga Keuangan
lainnya.
Huruf e
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar
harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat
banyak
Huruf
f
Hibah digunakan untuk menggangarkan pemberian
uang/ barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya,
perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesipik
telah ditetapkan peruntukannya bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus.
Huruf
g
Pemberian bantuan yang sifatnya tidak
secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang /barang kepada masyarakat
yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam bantuan sosial termasuk antara lain
bantuan partai politik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Huruf
h
Belanja bagi hasil merupakan bagi hasil atas pendapatan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Contoh : Bagi hasil pajak
Provinsi untuk Kabupaten, bagi hasil pajak Kabupaten ke Kabupaten lainnya, bagi
hasil pajak Kabupaten untuk pemerintahan desa, bagi hasil retribusi ke
pemerintahan desa, dan bagi hasil lainnya.
Belanja bantuan keuangan diberikan kepada
daerah lain dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
Contoh : Bantuan keuangan Provinsi kepada Kabupaten, bantuan keuangan Kabupaten
utnuk pemerintahan desa.
Huruf
i
Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak
biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan
bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya termasuk pengembalian atas
pendapatan daerah tahun-tahun sebelumnya.
Ayat
8
Cukup
jelas
Pasal
29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
SILPA Tahun anggaran
sebelumnya mencakup sisa dana untuk menandai kegiatan lanjutan, uang Pihak
Ketiga yang belum diselesaiakn, dan pelampauan target pendapatan daerah.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan dapat berupa hasil penjualan perusahaan milik
daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan
dengan Pihak Ketiga atau hasil disvestasi penyertaan modal pemerintah daerah.
Huruf d
Termasuk dalam
penerimaan pinjaman daerah yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah penerbitan
obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran yang berkenaan.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penyertaan modal Pemerintah Daerah termasuk
investasi nilai laba pemerintah daerah.
Huruf c
Cukup
jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
30
RPJMD memuat arah kebijakan keuangan
daerah, strategis pembangunan daerah kebijakan umum, dan progran SKPD, lintas
SKPD, program kewilayahan pemerintahan daerah.
Pasal
31
Cukup
jelas
Pasal
33
Ayat (1)
Yang dimaksud yang mengacu
pada ayat ini adalah untuk tercapainya singkronisasi, keselarasan, koordinasi,
integrasi, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah dan
tugas pembantuan.
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Untuk memenuhi kewajiban daerah dalam
memberi perlindungan, manajemen akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat diwujudkan dalam bentuk rencana kerja dan capaian prestasi tolok
ukur kinerja daerah dengan menggunakan analisis standar pelayanan minimal yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal
34
Cukup
jelas
Pasal
35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pedoman antara lain memuat :
a. Pokok-pokok kebijakan memuat
singkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah.
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan
APBK tahun anggaran berikutnya.
c. Teknis penyusunan APBK.
d. Hal-hal kusus lainnya.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Untuk kesinambungan penyusunan
RKA-SKPD, Kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan progam dan kegiatan 2
(dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran
berjalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
38
Penysunan RKA-SKPD dengan pendekatan
kerangka pengeluaran jangka menengah dilakukan secara bertahap disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pasal
39
Cukup
jelas
Pasal
40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan capaian
kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula
dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efesiensi dan efektifitas
pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
Yang dimaksud dengan indikator
kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap program dan
kegiatan satuan kerja perangkat daerah.
Yang dimaksud dengan analisis
standar belanja adalah penilaian
Kewajaran atas
beban kerja dan biaya yang digunakan untuk me-
laksakan suatu
kegiatan.Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan dengan analisis standar belanja
dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan.
Yang dimksud dengan standar
satuan harga adalah harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu
daerah.
Yang dimaksud dengan standar
pelayanan minimal adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
41
Cukup
jelas
Pasal
42
Cukup
jelas
Pasal
43
Cukup
jelas
Pasal
44
Yang dimaksud dengan penjelasan dalam pasal ini adalah pidato pengantar nota
keuangan dan rancangan Qanun Kabupaten tentang APBK berikut dokumen
pendukungnya.
Pasal
45
Cukup
jelas
Pasal
46
Cukup
jelas
Pasal
47
Ayat (1)
Angka APBK tahun anggaran
sebelumnya dalam ketentuan ini adalah jumlah APBK yang ditetapkan dalam Qanun
Kabupaten tentang Perubahan APBK tahun sebelumnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan belanja
yang bersifat mengikat adalah belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan
harus dialokasikan oleh pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk
keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, setiap belanja
pegawai, belanja barang dan jasa.
Yang dimaksud dengan belanja
yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain : pendidikan dan kesehatan;
dan/atau melaksanakan kewajiban kepada Pihak Ketiga.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan evaluasi
dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapaianya keserasian antara kebijakan
daerah dengan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan
kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBK Kabupaten/Kota
tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan
peraturan daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayata (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hasil evaluasi harus
menunjukkan dengan jelas hal-hal di dalam APBK yang tidak sesuai dengan
peraturan Perundangan alasan-alasan teknis terkait.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal
49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
50
Cukup
jelas
Pasal
51
Cukup
jelas
Pasal
52
Cukup
jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rekening
kas umum daerah dalam ayat ini adalah tempat penyimpanan uang dan surat
berharga yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Ketentuan ini dikecualikan
terhadap penerimaan yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan,
seperti penerimaan BLUD.
Ayat (2)
Cukup jelas
` Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
58
Ayat (1)
Qanun Kabupaten dimaksud tidak
boleh melanggar kepentingan umum dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
60
Ayat (1)
Pengambilan dapat dilakukan apabila dengan
bukti-bukti yang sah.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan belanja
yang bersifat mengikat dan belanja wajib dalam ayat ini sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 46 Ayat (2)
Pasal
62
Yang dimaksud dengan berdasarkan
DPA-SKPD dalam pasal ini, seperti untuk kegiatan yang sudah jelas
alokasinya,misalnya pinjaman daerah, dan DAK, sedangkan yang dimaksud dengan
dokemen lain yang dipersamakan dengan SPD seperti keputusan tentang
pengangkatan pegawai.
Pasal
63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tambahan penghasilan diberikan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi
kerja,tempat bertugas,kondisi kerja dan kelangkaan profesi.
Pasal
64
Cukup
jelas
Pasal
65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perintah
pembayaran adalah perintah membayarkan atas bukti bukti pengeluaran yang sah
dari pengguna anggaran/kuasa pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
67
Cukup jelas
Pasal
68
Cukup jelas
Pasal
69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembukuan pinjaman dalam
bentuk mata uang asing dalam nilai rupiah menggunakan kurs resmi Bank
Indonesia.
Pasal
71
Cukup jelas
Pasal
72
Cukup jelas
Pasal
73
Cukup jelas
Pasal
74
Cukup jelas
Pasal
75
Cukup jelas
Pasal
76
Cukup jelas
Pasal
77
Cukup jelas
Pasal
78
Cukup jelas
Pasal
79
Cukup jelas
Pasal
80
Cukup jelas
Pasal
81
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan saldo anggaran
lebih tahun sebelumnya
Adalah sisa lebih perhitungan
anggaran tahun sebelumnya.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengeluaran tersebut dalam
ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan
dalam Qanun Kabupaten tentang APBK yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Persentase 50 % (lima puluh
persen) adalah merupakan selisih (gap) kenaikan antara pendapatan dan belanja
dalam APBK.
Pasal
83
Cukup
jelas
Pasal
84
Cukup
jelas
Pasal
85
Cukup
jelas
Pasal
86
Cukup
jelas
Pasal
87
Cukup
jelas
Pasal
88
Cukup
jelas
Pasal
89
Cukup
jelas
Pasal
90
Cukup
jelas
Pasal
91
Cukup
jelas
Pasal
92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud kelengkapan persyaratan seperti :
a. Dokumen kontrak yang asli;
b. Kuitansi yang diisi dengan nilai
pembayaran yang diminta;
c. Berita acara kemajuan/penyelesaian
pekerjaan yang asli
Ayat
(4)
Cukup jelas
Ayat
(5)
Cukup jelas
Ayat
(6)
Cukup jelas
Ayat
(7)
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat
(1)
Sistem Akuntansi pemerintah daerah
merupakan serangkaian prosedur melalui dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah
daerah.
Standar akuntansi pemerintah adalah
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
97
Kebijakan akuntansi antara lain mengenai :
a. pengakuan pendapatan;
b. pengakuan belanja;
c. Perinsip-perinsip penyusunan laporan;
d. Investasi;
e. Pengakuan dan pemberhentian/penghapusan
aset berwujud dan tidak berwujud;
f. Kontrak-kontrak konstruksi;
g. Kebijakan kapasitas belanja;
h. Kemitraan dengan Pihak Ketiga;
i.
Biaya
Penelitian dan pengembangan;
j.
Persediaan,
baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri
k. Dana cadangan;
l.
Penjabaran
mata uang Asing
Pasal 98
Cukup
jelas
Pasal
99
Cukup
jelas
Pasal
100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan aset
dalam ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain meliputi uang, tagihan.
Investasi, barang yang dapat diukur dalam satuan uang, yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah yang memberi manfaat ekonomi/sosial dimasa depan.
Yang dimaksud dengan ekuitas
dana dalam ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan
selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang
pemerintah daerah.
Yang dimaksud dengan
perhitungannya yaitu antara realisasi dan anggaran yang ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ikhtisar realisasi kinerja
disusun dari ringkasan laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal
101
Cukup
jelas
Pasal
102
Cukup
jelas
Pasal
103
Cukup
jelas
Pasal
104
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Defisit terjadi apabila jumlah
pendapatan tidak cukup untuk menu tup jumlah belanja dalam satu
tahun anggaran.
Pasal l05
Cukup
jelas
Pasal
l06
Cukup
jelas
Pasal
107
Cukup
jelas
Pasal
108
Cukup
jelas
Pasal
109
Cukup
jelas
Pasal
110
Cukup
jelas
Pasal
111
Cukup
jelas
Pasal
112
Cukup
jelas
Pasal
113
Cukup
jelas
Pasal
114
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan piutang daerah jenis tertentu
misalnya
Piutang pajak daerah
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
115
Cukup
jelas
Pasal
116
Investasi dilakukan sepanjang memberi
manfaat bagi peningkatan pendapatan daerah dan/atau peningkatan kesejahteraan
dan/atau pelayanan masyarakat serta tidak mengganggu likuiditas keuangan
daerah.
Pasal 117
Ayat (1)
Karakteristik investasi jangka pendek adalah ;
a.dapat segera diperjual belikan/dicairkan
b.ditujukan dalam rangka manajemen kas,dan
c.beresiko rendah.
Investasi yang dapat digolongkan
sebagai investasi jangka pendek
antara lain deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan/atau yang dapat
diperpanjang secara otomatis seperti
pemberian SUN jangka pendek dan SBI.
Ayat (2)
Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang
dibeli Pemerintah Daerah dalam
rangka mengendalikan suatu badan usaha,misalnya pembelian surat berharga
untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga
yang dibeli pemerintah daerah untuk
tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri,surat berharga yang
tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dapat digolongkan sebagai
investasi permanen antara lain kerja sama daerah dengan pihak ketiga dalam
bentuk pengguna usahaan/pemanfaatan aset daerah; penyertaan modal daerah
pada BUMN dan/atau Badan
Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah
untuk menghasilkan penapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Ayat (3)
Yang dapat digolongkan sebagai investasi non permanen antara lain pembelian obligasi atau surat
utang jangka panjang yang dimaksud
kan untuk dimiliki sampai dengan
tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka
pelayanan/ pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana
secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan
kepada usaha mikro dan menengah.
Pasal 119
Cukup
jelas
Pasal
120
Cukup
jelas
Pasal
121
Cukup
jelas
Pasal
122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu seperti pendapatan
RSUD,dana darurat.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salah satu contoh portofolio yang
memberikan hasil tetap dengan
Resiko rendah adalah deposito pada Bank Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
124
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salah satu contoh portofolio yang
memberikan hasil tetap dengan Resiko rendah adalah deposito pada
Bank Pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
125
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedaluarsa sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
126
Huruf a
Pinjaman daerah yang bersumber dari
pemerintah dapat berasal dari pemerintah dan penerusan pinjaman /utang luar
negeri.
Huruf b
Pinjaman daerah yang bersumber dari
pemerintah daerah lain berupa pinjaman antar daerah.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pinjaman
daerah yang bersumber dari lembaga keuangan bukan Bank antara lain dapat berasal
dari lembaga asuransi pemerintah,
Dana pansiun.
Huruf e
Pinjaman daerah yang bersumber dari
masyarakat dapat berasal dari orang pribadi dan/atau badan yang melakukan investasi
di pasar modal.
Pasal
127
Ayat (1)
Penerbitan obligasi bertujuan
untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
128
Cukup
jelas
Pasal
129
Cukup
jelas
Pasal
130
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan pemberian bimbingan,supervisi, dan konsultasi kepada seluruh
daerah dalam ketentuan ini yakni dalam Pelaksanaannya termasuk pengelolaan
keuangan desa.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
l31
Cukup
jelas
Pasal
132
Yang dimaksud dengan pengawasan dalam
ayat ini bukan pemeriksaan tetapi
pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan dalam Qanun Kabupaten tentang APBK Dengan kebijakan umum ABPK.
Pasal
l33
Cukup
jelas
Pasal
134
Cukup
jelas
Pasal
135
Cukup
jelas
Pasal
l36
Cukup
jelas
Pasal
137
Cukup
jelas
Pasal
138
Cukup
jelas
Pasal
139
Cukup
jelas
Pasal
140
Cukup
jelas
Pasal
141
Cukup
jelas
Pasal
142
Cukup
jelas
Pasal
143
Cukup
jelas
Pasal
144
Cukup
jelas
Pasal
145
Huruf a
Yang dimaksud dengan barang
dan/atau jasa untuk layanan umum
Seperti Rumah Sakit Daerah. Penyelenggaraan pendidikan,pelayan an lisensi dan dekumen,
penyelenggaraan jasa penyiaran publik, serta pelayanan jasa
penelitian dan pengujian.
Huruf b
Dana khusus dalam
rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat antara lain
instansi yang melaksanakan pengelolaan dana seperti dana bergulir usaha kecil
menengah, tabungan perumahan
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Pembinaan keuangan BLUD sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini meliputi
pemberian pedoman, bimbingan, supervisi,konsultasi pendidikan dan pelatihan dibidanga pengelolaan keuangan
BLUD.
pembinaan teknis meliputi pemberian pedoman,
bimbingan supervisi, konsultasi pendidikan dan pelatihan dibidang
penyelenggaraan program dan kegiatan BLUD.
Pasal 148
Cukup jelas
Pasal 149
Cukup jelas
Pasal 150
Cukup jelas
Pasal 151
Cukup jelas
Pasal 152
Cukup jelas
Pasal 153
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR
03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar